INGATKEMBALI - Jenderal (Purn) TNI, AM Hendropriyono dikukuhkan sebagai Guru Besar
Pertama Dalam Bidang Ilmu Intelijen oleh Sekolah Tinggi Intelijen Negara
( STIN ), usai menyampaikan pidato pengukuhannya di Balai Sudirman.
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut membawakan
pidatonya yang berjudul Filsafat Intelijen. Dalam pidatonya ia
menyampaikan hakikat intelijen adalah tindakan yang cepat dan tepat demi
keselamatan negara.
“Intelijen tidak beroperasi pasca kejadian selayaknya penegakan
hukum. Intelijen mengumpulkan informasi secara cepat dan akurat untuk
mencegah terjadinya kejadian yang membahayakan keselamatan negara,” ujar
dia.
Untuk itu, ia mengatakan, dari segi epistemologi, intelijen tidak
bergumul dengan pengetahuan ilmiah melainkan informasi. Intelijen tidak
memiliki banyak waktu untuk memeriksa sebuah informasi melalui metode
ilmiah.
“Sebab itu intelijen memeriksa informasi berdasarkan kesahihan sumber
dan logika. Informasi yang diperoleh dari ex anggota kelompok radikal
tentu lebih akurat dibanding informasi pengamat. Informasi yang
diperoleh juga harus logis atau tidak memiliki kontradiksi dengan
informasi-informasi lainnya, ” kata dia.
Meski selalu berpacu dengan waktu, intelijen tidak dapat begitu saja
mengabaikan etika. Imperatif etika tertinggi yang menuntun praktik
intelijen adalah “melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia”.
Bangsa adalah kolektivitas bukan individualitas. Pancasila sebagai
dasar Negara memuat prinsip-prinsip kolektivitas yang apabila diringkas
berbunyi “gotong-royong”.
Ia mengutarakan realitas bagi intelijen bukan realitas normal
melainkan abnormal yang dalam bahasa filsuf Jerman Carl Schmitt disebut
kedaruratan. Kedaruratan adalah kondisi abnormal yang menuntut
tindakan-tindakan ekstra-yudisial. Sehingga, kedaruratan pada tataran
operasional kerap kali memunculkan tindakan yang tidak masuk akal,
sedangkan hukum positif mana pun tidak hadir di sana.
“Selain itu, baik atau buruknya intelijen harus dilihat dari lingkup
realitas yang goncang, yang merupakan ruang hampa hukum atau keadaan di
mana hukum tidak mungkin lagi dieksekusi. Keluhuran moral pula merupakan
modal yang utama bagi intelijen untuk menyelamatkan rakyat dari ancaman
perang dalam bentuk dan sifatnya yang baru,” ujar Hendro
Ringkasnya, ia menjelaskan, demi keamanan bersama setiap individu
warganegara, memang harus menyumbangkan sebagian hak asasi pribadinya.
“Sebaliknya demi keamanan individu, keamanan kolektif harus perlu
dibangun sesuai dengan konstruksi sosial bangsa kita,” kata dia.
Dengan demikian antara pengamanan bagi kebebasan individu dan
pengamanan kolektif dalam pemahaman intelijen negara RI harus menyatu.
Penyatuan itu untuk mencapai sinergitas, dalam usaha menghindarkan
bangsa Indonesia dari kegamangan teoritis dan praktis yang sangat
berbahaya.
3/related/default