Penyebab Rem Blong Tak Pakai Engine Brake di Tol Cipularang

Ingat Kembali
    Korban kecelakaan bereuntun di tol Cipularang 

Saya tanya tanya kok bisa kencang banget tidak ada suara mesin. Saya tanya dengan petugas Jasa Marga yang mengawal kita 'Ya persneling-nya di netral semua," Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu

Jawa Barat (INGATKEMBALICOM) - Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menyebutkan perilaku pengendara di tol Cipularang tak jarang menghiraukan norma keselamatan yang sudah ditetapkan di jalan. Hal ini ia temukan beberapa waktu yang lalu saat melakukan investigasi menggunakan speed gun atau kamera pengawas kecepatan usai kecelakaan yang dialami istri dari Saipul Jamil.

"Karena saya ketika kecelakaan Saipul Jamil bersama rekan-rekan wartawan melakukan investigasi di satu titik pada tempat almarhumah istrinya Saipul Jamil kecelakaan itu. Saya sangat kaget dengan perilaku pengemudi di situ. Rata-rata, bersama tim jasa marga di situ, dikawal dengan mobil patroli. Kita membawa speed detector atau speed gun, kita lihat rata-rata pengendara larinya 100 km/jam padahal kecepatan maksimum adalah 80 km/jam," ucap Jusri kepada IngatKembaliCom, Senin 02 Januari 2019

Tidak hanya kendaraan penumpang, Jusri menemukan fakta lain ketika mengamati tol Cipularang di sekitaran KM 90 tersebut. Pengemudi dengan kendaraan besar seperti truk yang membawa barang pun demikian, yakni tidak menggunakan engine brake atau memposisikan gigi dalam keadaan netral ketika memasuki turunan.

"Truk-truk yang jalan di situ tidak menggunakan engine brake, dari rata-rata 10 truk. Mungkin tujuh truk tidak menggunakan engine brake artinya dia lagi turun dia pasang persneling di netral sehingga dia melakukan pengereman sampai berasap. Saya tanya tanya kok bisa kencang banget tidak ada suara mesin. Saya tanya dengan petugas Jasa Marga yang mengawal kita 'Ya persneling-nya di netral semua'," kata Jusri.

Lebih lanjut Jusri menceritakan, banyak pengemudi saat ditanyai di rest area melakukan hal tersebut untuk menghemat bahan bakar.

"Dalam orientasi efisiensi ekonomi, dia menetralkan persneling supaya terjadi penghematan bahan bakar solar mereka. Mereka tidak memikirkan dampak keselamatan mereka," ujar Jusri.


Padahal perilaku tersebut justru bisa membahayakan pengendara lain. Apalagi daya redam pengereman akan berkurang karena bekerja lebih berat. "Beban kerja rem kan jadi berat dan akan mengakibatkan rem blong, bahkan diawali dengan penyusutan kemampuan rem, sehingga jarak kemampuan rem menurun," ujar Jusri.

Sebelumnya, sejumlah kendaraan terlibat kecelakaan beruntun di Tol Cipularang atau tepatnya di Km 91, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Data terbaru yang disampaikan Kapolres Purwakarta AKBP Matrius menyebutkan tercatat 8 orang meninggal dunia akibat insiden kecelakaan maut tersebut. Selain itu 4 orang luka berat dan 16 orang luka ringan. Diduga, kecelakaan ini berawal dari tergulingnya dump truck. Penyelidikan soal penyebab kecelakaan masih dilakukan.

Beny, saksi mata yang kendaraannya juga terlibat tabrakan beruntun ini, menceritakan detik-detik kecelakaan maut tersebut. Ia di dalam mobil dari arah Bandung menuju Jakarta, Senin 02 September 2019 siang.

Lelaki tersebut menyebut satu dump truk yang melaju menabrak mobil di sampingnya, lalu mobil itu yang tertabrak truk tersebut membentur kendaraannya. "Kita posisi sebelah kanan, lalu ada dump truk, enggak tahu blong atau bagaimana, menghantam mobil sebelah kiri," kata Beny di tempat kejadian.

Mobil tersebut hilang kendali usai tertabrak truk. "Mobil sebelah kiri itu menghantam mobil kita," ucap Beny.