SMAN 1 Semarang Blak-blakan Kasus Bullying Berujung Mati

Ingat Kembali
Semarang (INGATKEMBALICOM) - SMAN 1 Semarang membongkar praktik bullying dan kekerasan yang dialami siswanya. Langkah tegas pun diambil untuk menyikapi hal itu karena ada 1 siswa yang meninggal diduga korban bullying.

Orangtua korban bullying dan pihak SMAN 1 Semarang menggelar konfrensi pers dan menjelaskan peristiwa yang menyebabkan siswa bernama Bintang meninggal di kolam renang Jatidiri Semarang 7 Januari 2018 lalu.

Ada 4 perwakilan orangtua yang hadir di aula kecil SMAN 1 Semarang untuk konferensi pers. Mereka adalah Santi, Dwi, Riana, dan Tari yang merupakan ibu almarhum Bintang. Para orang tua ini mengungkapkan anak-anaknya yang mengikuti OSIS sering pulang malam dan pendiam.

"Begitu anak saya masuk OSIS berasa kegelisahan, setiap hari pulang malam, kalau ditanya tutup mulut," kata ibu bernama Dwi, Jumat (2/3/2018).

"Anak saya sakit cukup lama, saya lab-kan," imbuhnya.

Dwi kenal dekat dengan orangtua siswa lainnya termasuh Tari. Ia terkejut ketika mendengar putra Tari yakni Bintang saat itu kondisinya kritis. Mereka pun merasa ada yang tidak beres.

Tari kemudian mengungkapkan bahwa dia juga merasa ada yang tidak beres pada kematian anaknya yang tenggelam di kolam renang. Ia kemudian membuka ponsel Bintang dan ternyata temukan video bullying bahkan kekerasan.

"Saya iseng buka handphone anak saya, di situlah saya melihat rekaman video dan percakapan line. Saya bagaikan tidak bertulang, darah saya mendidih," ujar Tari berusaha tegar.

Dalam percakapan di ponsel Bintang, ada foto Bintang memakai bra di fitting room sebuah mall karena diminta seniornya. Sedangkan dalam video ada adegan Bintang diminta ngesot di mall dan jalan memakai rok mini.

"Ini pendidikan mental seperti apa. Ajaran agama mana yang memakaikan anak laki-laki dengan BH dan rok mini. Saya kumpulkan data dan cerita sambil menangis," tuturnya.

Tidak hanya itu, bukti lainnya yang ditemukan yaitu rok putih dan hitam di tas dan jok motor Bintang. Selain itu ada juga kertas bertuliskan "ketinggian 6 meter" dan "kedalaman 5,3 meter".

Untuk diketahui, Bintang meninggal setelah melompat ke kolam renang Jatidiri dari papan loncatan.

"Dulu anak saya pernah biru-biru di ulu hatinya, dia bilang tidak apa-apa. Saya mikirnya latihan fisik seperti senam atau lari karena tidak pernah olahraga makanya biru-biru," jelas Tari.

Tari kemudian sempat bertanya kepada teman-teman Bintang dan mengetahui memang ada kekerasan di sekolahnya. Namun siapa pelakunya tidak diungkapkan oleh teman-teman Bintang.

Para orangtua yang anaknya menjadi korban bullying akhirnya sepakat mengadu ke Kepala SMAN 1 Semarang, Endang Suyatmi. Setelah menunjukkan bukti tersebut, pihak sekolah mengambil langkah razia ponsel. Dari ponsel yang didapat dari razia itu, Endang menemukan video kekerasan.

"Bukti (dari Bintang) kita bawa, Bu Endang silakan cari bukti lain," kata orangtua bernama Dwi.

Tari mengaku sudah ikhlas dengan kepergian Bintang. Namun masih ada yang mengganjal di hatinya karena pelaku bullying terhadap anaknya belum jelas. Meski nantinya tahu pelakunya, Tari mengatakan dia akan berlapang dada memaafkan.

"Saya belum lega, siapa yang menyuruh anak saya. Saya ingin tahu saja, saya akan memaafkan, saya rangkul. Saya ingin tahu siapa yang menyuruh anak saya terjun di Jatidiri," jelasnya.

SMAN 1 Semarang mengambil langkah tegas setelah mengetahui ada kegiatan yang dilakukan anggota OSIS kepada juniornya hingga menyebabkan kematian. Dengan maksud memotong rantai kekerasan di sekolahnya, SMAN 1 Semarang mengembalikan 2 siswanya ke orangtua masing-masing dan memberi hukuman skors pada 7 siswa lainnya.

Kepsek Endang mengatakan dari video yang diperoleh, maka diputuskan siswa kelas XII atas nama AN dan MA harus dikembalikan ke orangtuanya. Namun Endang mengakui keduanya tidak berhubungan dengan kematian Bintang.

"Tidak terkait meninggalnya almarhum Bintang, ini dari sidak. Kami berusaha tidak sampai ke ranah hukum," terang Endang.

AN dan MA dikembalikan ke orangtuanya karena dianggap melakukan kekerasan. Peraturan sekolah tersebut menyebutkan jika poin kesalahan pada tata tertib sekolah sudah melebihi 100, maka siswa tersebut harus angkat kaki dari SMAN 1 Semarang. Poin itu diberikan langsung dalam kasus kekerasan tersebut.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah memfasilitasi AN bersekolah di SMAN 2 Semarang dan MA di SMAN 6 Semarang agar bisa mengikuti Ujian Nasional. Namun Kepala Dinas, Gatot Bambang H hingga saat ini belum bisa dikonfirmasi terkait keputusan itu.

Pihak SMAN 1 Semarang mengaku selama ini belum bisa menindak kekerasan yang ada di lingkungannya karena dilakukan tersembunyi dan tidak ada bukti. Maka ketika memiliki bukti, tindakan tegas dilakukan.

"Itu bukan LDK (latihan dasar kepemimpinan), itu anak sendiri yang menamakannya. LDK ilegal," ujar Endang.