Kemenkes Mabuk Rebusan Pembalut Duga Bentuk Pelarian Remaja

Ingat Kembali
Jakarta (INGATKEMBALICOM) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merespons marak mabuk air rebusan pembalut di kalangan remaja. Kemenkes menilai ini merupakan penyimpangan, yang diduga sebagai bentuk pelarian dari persoalan keluarga.

Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes, Eni Agustina menduga isu ini berkelindan dengan pola hubungan keluarga. 

"Anak zaman sekarang kurang ada perhatian dan komunikasi yang intens dengan keluarga. Akhirnya mungkin mereka terpengaruh dengan teman-temannya dengan menyuruh untuk minum (rebusan pembalut), Jadi semacam pelarian," kata Eni kepada INGATKEMBALI.com, Jumat (09/11/18).


Menurut survei yang dilakukan oleh Kemenkes, setidaknya 6 persen dari jumlah remaja di 26 kabupaten dan kota di Indonesia ada pada tahap depresi. Mereka cenderung stres dan depresi karena faktor lingkungan dan kehidupan yang berbeda.

"Kalau dulu anak banyak tapi hubungannya intim saling komunikasi. Tapi kalau sekarang kakak adik bisa kurang berhubungan, akhirnya tidak ada teman cerita dan lebih mendengarkan orang lain," jelas dia.

Berangkat dari fenomena itu, bisa jadi, kata Eni, isu mabuk rebusan pembalut berawal dari penyimpangan perilaku. Pernyataan Eni diperkuat lantaran belum ada penelitian khusus terkait hubungan klorin (bahan yang terkandung di pembalut) yang membikin efek mabuk.

"Klorin memang ada zat seperti adiktif semacam psikotropika tapi minim sekali saya rasa dan belum ada penelitian khusus yang membuktikan klorin berhubungan sampai ke syaraf," jelas dia.

Ada sejumlah bahan yang terkandung dalam pembalut, beberapa di antaranya seperti wool, plastik, katun, kapas dan klorin. Bahan-bahan itu bukanlah bahan yang biasa dikonsumsi oleh manusia.

"Jadi kalau direbus dan diminum airnya bisa berdampak karena serat bakal tinggal dalam lambung dan plastik menyebabkan karsinogen penyebab kanker," jelas dia.

Zat klorin yang terkandung dalam pembalut berguna untuk antiseptik pada pemakaian perempuan. Biasanya zat klorin dipakai di dunia medis sebagai pembersih dan sterilisasi alat-alat kesehatan.

"Makanya kalau direbus sekalipun apalagi yang katanya pembalut bekas saya pikir itu banyak bakterinya yang menganggu kesehatan," ungkapnya.

Untuk menangani kasus ini, Eni lebih menitikberatkan kepada penyelesaian akar masalah, yakni penyimpangan perilaku remaja. Diharapkan keluarga bisa lebih memberikan waktu agar remaja tidak terjerumus.

"Karena dikaitkan dengan pola hubungan keluarga kita mengimbau perbaikilah hubungan untuk keluarga karena mungkin tidak ada perhatian dan komunikasi," tutup dia.

Tren baru perilaku menyimpang anak-anak dan remaja untuk mabuk terjadi di Jawa Tengah. Tren baru tersebut adalah meminum air hasil pembalut yang direbus.

Tren fly dengan minum air rebusan pembalut berawal dari informasi masyarakat yang kemudian ditelusuri oleh pihak BNNP Jateng. Meski bukan gaya baru, kemunculan gaya ini tengah santer di masyarakat Jawa Tengah. Belakangan, tren ini mulai meluas hingga ke Jakarta dan Bekasi.