Perusakan Polsek Ciracas Dinilai Lecehkan Penegakan Hukum

Ingat Kembali
Jakarta (INGATKEMBALICOM) - Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai perusakan kantor Kepolisian Sektor Ciracas, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu sebagai bentuk pelecehan terhadap penegakan hukum. Koalisi juga menilai ada ketidakadilan dalam proses penegakan hukum atas peristiwa tersebut.

Koalisi menduga kuat perusakan itu memang erat kaitannya dengan kasus pengeroyokan terhadap kapten TNI di lahan parkir di salah satu minimarket. Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana mengatakan, penegakan hukum harusnya tak hanya berhenti pada pelaku perusakan Polsek, tapi juga oknum-oknum yang melakukan perusakan terhadap rumah keluarga tersangka pengeroyokan anggota TNI tersebut.

"Ini sebuah kondisi penegakan hukum dilecehkan, dugaannya itu berkaitan dengan kasus pidana yang kemudian belum diproses dalam dua hari," ujar Arif Maulana, mewakili koalisi dalam konferensi pers di Amnesty Internasional, Jakarta Pusat, Senin (17/12). 

Koalisi tersebut terdiri dari Amnesty Internasional Indonesia, Imparsial, KontraS, ICW, Elsam, Setara Institute, ILR, HRWG, PBHI, Perludem, LBH Jakarta, YLBHI dan Institut Demokrasi. Koalisi meyakini perusakan kantor polisi itu diduga erat kaitannya dengan pengeroyokan kapten TNI AL dan pasukan TNI AD oleh sejumlah juru parkir. 

"Jadi kalau kasus ini tidak diungkap, tidak diselesaikan, sebetulnya kasus ini adalah pelecehan terhadap penegakan hukum di Indonesia," ucapnya. 

Menurut Arif, pihaknya menuntut supaya terjadi kesetaraan dalam penegakan hukum. Kesetaraan itu baru akan muncul jika polisi melakukan penyelidikan dan menangkap pelaku yang melakukan perusakan terhadap rumah salah satu keluarga pelaku.

"Keberanian kepolisian untuk menuntaskan kasus ini. Itu adalah bukti bahwa hukum itu diterapkan setara jangan sampai hukumnya hanya tajam untuk masyarakat yang dituduh mengeroyok aparat negara TNI tetapi bagaimana dengan rumah warga yang dirusak dan juga simbol penegakan hukum, simbol negara hukum Indonesia itu tidak diusut tuntas," tuturnya. 

Selain itu, Arif mengatakan tindakan main hakim sendiri seharusnya menjadi catatan penting untuk kepolisian. Hal tersebut mengingat tindakan main hakim sendiri kerapkali terjadi sehingga diartikan sebagai ketidakpuasan masyarakat terhadap penanganan proses hukum. 

"Ini jadi catatan dan peringatan kepada aparat penegakan hukum kita untuk kemudian melakukan proses penegakan sesuai dengan ketentuan hukum berlaku. Jangan sampai hanya tajam untuk masyarakat sipil, masyarakat kecil tapi sulit untuk ditegakkan ke aparat penegak hukum dan mereka yang berkuasa," ujarnya. 

Psikologi Polri
Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid menduga secara psikologi Polri tidak mampu untuk menangkap atau memproses hukum TNI yang terlibat dalam pelanggaran hukum. Salah satunya berkaitan dengan psikologi Polri yang melihat TNI sebagai kakak tertua dalam lembaga keamanan negara. 

"Kita tahu kepolisian memiliki kendala struktural dan sering kali kendala psikologi untuk memanggil anggota TNI, itu rasanya bagaimana ya, karena dianggap dulu mereka adalah kakak tertua dalam praktik 30 tahun lebih di masa orba," ujarnya. 

Usman juga mempertanyakan kenapa polisi tidak mengusut pelaku pembakaran Polsek Ciracas. Padahal petunjuk untuk mengetahui dan menindak pelaku perusakan dapat dengan mudah diperoleh. 

Selain itu, dia juga mempertanyakan tujuan dari tim investigasi yang dibentuk TNI. Menurut dia, jika TNI tidak terlibat dalam perusakan Polsek itu maka tim investigasi tidak perlu dibentuk. "Ini bukan kebencian pada TNI, bukan. Ini semata TNI juga yang enggak boleh membiarkan anggotanya melakukan pelanggaran hukum apalagi membiarkan dan membenarkannya," tutur dia.

Tags