Rendahnya Pemahaman Corona, Orang Tetap Bandel Keluar Rumah

Ingat Kembali
    proses penyemprotan disinfektan 

Jakarta (INGATKEMBALICOM) -  Imbauan self isolation dan social distancing dari pemerintah tampaknya belum mampu memberikan pemahaman yang penuh pada masyarakat. Tengok saja, sejak imbauan dilontarkan pekan lalu, masih saja banyak orang yang berlalu lalang.

Seyogianya, imbauan self isolation dan social distancing diikuti oleh masyarakat demi menekan penyebaran penularan virus corona penyebab COVID-19. Social distancing disebut-sebut sebagai salah satu cara paling ampuh menekan penyebaran virus.

Sayang, sebagian masyarakat Indonesia justru kurang menyadari pentingnya self isolation dan social distancing. Alih-alih diam di rumah, mereka malah memanfaatkan imbauan pemerintah untuk pergi berlibur.

Bukan tanpa alasan hal ini terjadi. Masih saja ada orang yang 'bandel' tak mengikuti anjuran pemerintah. Psikolog Vici Sofianna Putera menilai hal ini terkait dengan persepsi masyarakat terhadap risiko infeksi virus yang rendah.

"Yang terjadi, orang masih mempersepsikan enggak akan kena virus. Ini sama dengan awal-awal di Italia waktu [virus] belum menyebar dengan luas. Orang mikir seperti ini [tak akan tertular]," ujar Vici pada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu 25 Maret 2020.

Oleh karenanya, Vici menilai perlu adanya langkah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap risiko infeksi virus.

Vici menyarankan agar berbagai pihak menggunakan bahasa kampanye yang mudah dimengerti. Kampanye juga harus memperhatikan kedekatan pesan dengan keseharian orang Indonesia dan melibatkan public figure.

   proses penyemprotan disinfektan 

Vici menilai selama ini pemerintah banyak menggunakan bahasa Inggris semisal social distancing atau jarak sosial dan work from home [WFH] atau bekerja dari rumah. Padahal, ada bahasa yang lebih sederhana seperti tidak boleh berdekatan dengan orang lain dan tidak boleh keluar rumah.

"Misalnya, WFH ini kan seharusnya mengerjakan pekerjaan di rumah. Tapi pesan yang sampai di orang beda. Makanya milih liburan. Yang penting, kan, kerjaan beres, bisa dikerjakan di mana saja," kata dia.

Kedua, ada kedekatan dengan keseharian orang-orang Indonesia. Perlu ada kampanye yang mengingatkan orang bahwa semua orang berisiko terkena infeksi virus corona. Virus ini bahkan bisa menular meski seseorang tidak menunjukkan gejala.

Pesan harus dibuat sesederhana mungkin semisal, 'kalau pegang benda sembarangan bisa menularkan virus' termasuk juga penyampaian soal kunjungan ke tempat wisata yang bisa membuat masyarakat tertular virus.

"Cara koersif bisa saja, misal, kalau ke objek wisata bisa dihukum. Cuma manusia, kan, punya potensi untuk mengolah informasi. Virus corona memang enggak simpel, perlu kognitif besar. Sementara kita terbiasa dengan proses informasi yang singkat, misalnya keluar enggak apa-apa asal pakai jaket, virus enggak akan kena," jelasnya.


Terakhir, kampanye oleh tokoh masyarakat. Cara ini dianggap bisa menyebarkan informasi dengan cepat. Menurut Vici, tokoh masyarakat di sini merupakan orang yang dihargai, kredibel sehingga bisa dipercaya seperti dokter dan tenaga kesehatan.